Kebaya
dikenal sebagai pakaian wanita yang anggun, lemah lembut dan gemulai.
Kebaya biasanya digunakan saat acara resmi seperti saat pernikahan,
pesta ataupun kelulusan. Namun anggapan tersebut tidaklah berlaku bagi
Rahmi Hidayanti. Perempuan berusia 51 tahun asal Riau ini memiliki cara
yang unik dan berbeda dalam penggunaan kebaya. Ia memiliki kebiasaan
unik dalam menggunakan kebaya yaitu hiking dan naik gunung dengan
menggunakan kebaya!
Ia
ingin membuktikan bahwa kebaya bisa dipakai kapanpun dan dimanapun
meski saat mendaki gunung sekalipun. Beberapa gunung di Indonesia
seperti Gunung Semeru, Gunung Gede, Gunung Ceremai sudah ia daki dengan
mengenakan kebaya.
Wanita berkebaya ketat yang menjadi inspirasi
Suatu
ketika Rahmi berada di perjalanan menuju puncak Gunung Rinjani, ia
terpukau oleh penampilan sekelompok warga yang akan melakukan sembahyang
di puncak gunung. Sekelompok warga tersebut berpakaian adat lengkap,
termasuk juga wanita yang berpakaian kebaya putih ketat yang membuat
Rahmi menjadi jatuh cinta dengan apa yang dikenakan oleh wanita tersebut
saat itu juga. Dari situlah awal mula ia kagum dan mulai mengumpulkan
aneka kebaya yang menjadi barang wajib di kesehariannya.
Memakai kebaya menjadi keseharian
"Saya tidak memakai kebaya dan kain batik hanya pada saat mandi doang kayaknya," ucap
Rahmi. Sempat ia merasa tak suka memakai kebaya serta kainnya, tapi
sekarang ia sudah memiliki tiga lemari yang berisi kebaya serta kainnya.
Setiap ia mengunjungi daerah di Indonesia, Rahmi selalu membeli kain
khas asal daerah yang belum ia miliki dengan berbagai warna dan corak
yang beragam.
Paham tentang jenis-jenis kebaya
Nampaknya
Rahmi paham betul mengenai penggunaan kebaya di daerah nusantara. Ia
berpendapat bahwa setiap daerah memiliki aturan dan pakem tersendiri
mengenai penggunaan kebaya. Menurut Rahmi, kebaya brukat atau berenda
dahulu biasa dikenakan para bangsawan atau orang Belanda, kebaya dengan
kancing di depan itu khas turunan China atau kebaya encim. Sedangkan
kebaya kutu baru khas pribumi. Untuk penggunaan kebaya saat naik gunung
pun Rahmi menyesuaikan dengan keadaan dan tak terlalu mengikuti pakem
seperti harus ketat dan menggunakan hak tinggi.
Anak Mapala UI
Meski
penampilannya cukup feminim namun siapa sangka pada saat Rahmi menjadi
mahasiswa pada tahun 1988 lalu ia tergabung dalam unit Mahasiswa Pecinta
Alam(MAPALA) Universitas Indonesia. Untuk pertama kalinya ia mendaki
Gunung Gede. Sebelum ia mendaki mengenakan kebaya pun ia sudah sempat
mendaki berbagai gunung di Indonesia termasuk Kerinci.
Pernah diremehkan saat mendaki karena mengenakan kebaya
Ada
cerita unik yang dialami oleh Rahmi saat ia mencoba ikut mendaki Gunung
Ceremai bersama rombongan anak muda. Dengan mengenakan kebaya, ada
seorang lelaki yang merasa ragu dan bertanya pada Rahmi untuk memastikan
apakah ia benar-benar akan naik gunung. Namun Rahmi tak menghiraukan
anak tersebut dan terus cuek mendaki hingga naik dan turun dengan
selamat.
Kunci utama: Ikatan kain dan keselamatan
Sebagai
anak MAPALA, tentunya Rahmi sadar betul akan keselamatan diri sendiri
dan orang lain. Rahmi memilih untuk tidak naik gunung daripada harus
naik gunung dengan peralatan seadanya dan membahayakan nyawanya sendiri
karena perbekalan dan perlengkapan menjadi kunci utama saat pendakian.
Saat mendaki gunung tentu harus mengenakan kebaya yang nyaman, kuncinya
terletak pada bagaimana ikatan kain kebaya tersebut.
Sempat
mengalami kesulitan akibat kainnya yang beberapa kali lepas saat
mendaki gunung, namun pada akhirnya Rahmi menemukan metode ikatan yang
nyaman dan pas untuk dikenakan. Selain itu, kebaya yang dikenakan juga
bukan kebaya yang ketat sehingga nyaman digunakan.
Rahmi yang merupakan founder 'Perempuan Berkebaya' ini
berharap naik gunung yang banyak digandrungi anak muda yang
dilakukannya dengan berkebaya, mampu menularkan semangat mencintai tanah
air dengan berkebaya, meski di atas gunung sekalipun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar